Oleh: Muhammad Yahya
Ketua Jurusan Manajemen Pendidikan Islam
Sejak UU No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD) digulirkan, disertai tuntutan para guru untuk merealisasikannya, maka berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No 18 tahun 2007 tentang sertifikasi bagi guru dalam jabatan, UU itu kini telah terealisasi terhadap sebagian guru.
Namun faktanya, masih sebagian kecil dari guru yang masuk kuota, memenuhi syarat mengisi portofolio dan dapat menikmati peningkatan kesejahteraan.
Sertifikat pendidik merupakan bukti formal sebagai pengakuan yang sah terhadap guru sebagai tenaga profesional (UUGD pasal 1 butir (12)), dengan syarat kualifikasi pendidikan minimum yaitu Diploma-D4/Sarjana-S1.
Selain persyaratan itu, bagi yang ingin menjadi guru di seantero nusantara ini, persyaratan lain yang harus dipenuhi yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
Berdasarkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) pada penjelasan pasal 15, maka selain jenjang pendidikan, juga harus melewati program pendidikan profesi. Di akhir program pendidikan profesi dilakukan uji sertifikasi secara komprehensif yang mencakup tes tulis, tes kinerja dan self appraisal serta portofolio.
Tiga Jalur Sertifikasi guru
Untuk mendapatkan pengakuan sebagai guru yang profesional, guru harus melewati salah satu dari tiga jalur yang dapat ditempuh oleh para guru. Pertama, sertifikasi guru jalur portopolio, sedikitnya tiga unsur penilaian yang harus dipenuhi yang dikenal dengan unsur A, B dan C.
Adapun unsur A, meliputi tiga komponen, yaitu komponen kualifikasi akademik, pengalaman mengajar, serta perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran. Pada unsur ini, khususnya komponen kedua dinyatakan layak tidaknya dilanjutkan pemeriksaan terhadap portofolio yang bersangkutan jika terpenuhi atau tidak terpenuhinya syarat minimal masa kerja sebagai guru,
atau peserta didiskualifikasi jika yang bersangkutan tidak mencapai masa pengabdian sebagai guru minimal lima tahun.
Selanjutnya unsur B mencakup empat komponen yaitu pendidikan dan pelatihan, penilaian dari atasan dan pengawas, prestasi akademik, dan karya pengembangan profesi. Adapun unsur C meliputi tiga komponen yaitu keikutsertaan dalam forum ilmiah, pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial, serta penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan.
Ketiga unsur memiliki standar minimal kelulusan yang saling terkait. Jika unsur A tidak mencapai standar minimal, maka unsur lain terpengaruh. Unsur A harus mencapai skor 340 dan pada setiap komponen unsur A ini tidak bisa kosong,
demikian juga unsur B harus mencapai skor minimal 300 kecuali pada daerah terkategori daerah khusus termasuk terpencil, hanya skor minimalnya 200, sedangkan unsur pendukung yaitu unsur C skor minimal tidak bisa nol.
Kedua, sertifikasi guru jalur PLPG yang sering juga disebut dengan jalur diklat. Jalur ini ditempuh jika skor portofolio yang bersangkutan tidak memenuhi standar kelulusan. Mereka yang mengikuti jalur ini selain costnya banyak, juga melibatkan banyak tenaga.
Lagi pula guru yang ikut diklat harus datang dari jauh dengan segala kemampuan tenaga dan biaya transportasi demi untuk sebuah cita-cita kesejahteraan. Diklat sangat menguras tenaga mereka, sebab selain mengikuti kegiatan kelas mulai pagi sampai larut malam, juga menyelesaikan tugas-tugas yang diembannya dari setiap pemateri, sehingga nyaris tidak ada waktu bagi mereka untuk bersantai.
Ketiga, sertifikasi jalur pendidikan. Jika seorang guru dinyatakan layak dan bisa mengikuti pendidikan, maka ia harus mengikutinya selama dua semester dengan mata kuliah tertentu berdasarkan rumpun mata pelajaran yang diajarkannya di sekolah masing-masing dan mata kuliah yang berkaitan dengan kesuksesan proses pembelajaran.
Guru harus intens selama dua semester sehingga diharapkan kompetensi profesional betul menggambarkan kemampuan yang berkenaan dengan penguasaan materi pembelajaran bidang studi secara luas dan mendalam yang mencakup penguasaan substansi isi materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materi kurikulum tersebut,
serta menambah wawasan keilmuan sebagai guru, mulai dari jenjang pendidikan TK/RA, pendidikan dasar(SD/MI, SLTP/MTS) sampai pendidikan menengah (SMA/MA).
Diklat Ideal
Sebaiknyalah pelaksanaan diklat profesi guru (PLPG) juga sertifikasi jalur pendidikan tidak terfokus pada kota LPTK penyelenggara tetapi jika memenuhi syarat rombel (rombongan belajar) yang rasional di tempat lain,
maka kegiatan PLPG sudah dapat dibagi berdasarkan region (wilayah) tertentu di bawah koordinasi instansi terkait di daerah sehingga nantinya hanya asesor yang berdasarkan kompetensinya yang akan mendatangi mereka.
Dengan jalan ini, selain mengirit biaya pelaksanaan, juga peserta diklat tidak merasa terbebani sampai harus menghabiskan biaya berjuta-juta rupiah hanya untuk suatu kegiatan sertifikat profesi guru.
Demikian juga untuk jalur pendidikan sebaiknya dilaksanakan pada setiap daerah kabupaten dalam wilayah rayon LPTK. Cukuplah pihak penyelenggara menyiapkan pemateri, kelengkapan belajar berupa modul materi pelajaran dan buku-buku yang relevan dengan profesi keguruan. Pihak yang terkait di daerah sebagai penyelenggara lokal sekaligus sebagai fasilitator.
Selain mempermudah pelaksanaannya, tidak terlalu jauh guru dari muridnya, juga akan mempercepat pelaksanaan sertifikasi profesi guru.
Tinjau Ulang Jalur Portofolio
Untuk mencapai tenaga guru yang profesional, tidak sekadar dengan memeriksa portofolio. Sebab dengan hanya melalui portofolio akan sulit mengukur tingkat kemampuan guru yang sesungguhnya. Bisa jadi skor portofolio yang bersangkutan lumayan bagus namun dari segi kemampuan masih perlu pembenahan.
Sementara ada yang sangat pintar, menguasai materi ajar dan dalam penerapan metode dan penggunaan media di kelas sangat tepat bahkan sangat antusias dalam menjalankan tugas profesinya sebagai guru, akan tetapi dari sisi kelengkapan portofolio skornya tidak memenuhi standar kelulusan.
Di lain sisi banyak waktunya guru di luar sekolah hanya untuk berburu dan mengumpulkan sertifikat/piagam sebagai bukti fisik portofolio, sehingga, kemungkinan banyak siswa terlantarkan.
Dengan sistem ini pula bisa menimbulkan keresahan di antara guru-guru, sebab guru yang antusias mengajar di kelas atau jarang meninggalkan murid/siswanya, akan sulit mengumpulkan piagam sebagai kelengkapan portofolio,
sehingga tunjangan kesejahteraan sebagai tugas profesional tertunda, sementara yang suka di luar berburu piagam/sertifikat dan sering meninggalkan kelas, kini sudah lulus dan menikmati kelulusannya. Hal itu jelas sangat memungkinkan timbulnya fitnah,
dan mungkin inilah juga yang memicu timbulnya penyakit stres di kalangan guru, yang akibatnya bisa berpengaruh pada kinerja guru. Kekhawatiran yang lain kalau dimanfaatkan oleh segelintir pekerja-pekerja pragmatis dengan jalan mengkomersialkan piagam/sertifikat kegiatan.
Sisi kelemahan yang lain jalur fortopolio yaitu pemberlakuan aturan dan standar penilaian yang disamakan untuk semua guru di seluruh Indonesia tanpa melihat letak georafis tempat bertugas mereka. Seharusnya membedakan ketentuan yang tinggal jauh di pelosok desa dengan yang tinggal di kota sebab sarana dan prasarana yang berkaitan dengan kebutuhan portofolio pasti sangat berbeda.
Ironisnya lagi, guru yang masa dinasnya sudah menjelang uzur, karena tidak memenuhi tuntutan undang-undang dengan standar kualifikasi pendidikan minimal, maka guru bersangkutan tidak akan cepat menikmati kesejahteraan profesi.
Adapun yang harus menjadi perhatian pihak pengambil kebijakan, yakni pengorbanan guru ketika hendak mengikuti diklat profesi guru, misalnya pengorbanan tenaga dan dana.
Perlunya Tes Kinerja Guru
Sebagian ahli berpendapat perlunya tes kinerja bagi guru dalam proses sertifikasi guru. Secara umum bentuk tes kinerja merupakan tes yang paling baik untuk mengukur kinerja seseorang termasuk untuk mengukur kinerja/penampilan guru dalam melakonkan pembelajaran dalam uji sertifikasi guru.
Tes kinerja dapat digunakan sebagai alat untuk mengungkap gambaran menyeluruh dari seluruh akumulasi kemampuan guru sebagai sinergi dari kemampuan kepribadian, pedagogik, profesional dan sosial (Muchlas Samani 2006:75).
Tugas profesi guru yaitu; guru harus mampu membangkitkan perhatian peserta didik dengan menggunakan media yang tepat, mengarahkan peserta didik untuk menggali sendiri ilmu pengetahuan atas bimbingan guru, harus mampu membuat urutan (sequence) kemampuan siswa, harus menyelidiki dan mendalami perbedaan kemampuan agar dapat melayani siswa sesuai perbedaannya, harus menyegarkan ingatan (kegiatan appersepsi), harus ada penguatan (repetisi) dalam pembelajaran, siswa dibiasakan menyimpulkan sebelum mengakhiri pelajaran, dan selalu tercipta suasana harmonis di dalam dan di luar kelas (Hamzah B Uno (2007:15)).
Sertifikasi guru jalur pendidikan, PLPG dan tes kinerja inilah yang harus dikembangkan oleh LPTK penyelenggara sertifikasi, sebab selain mempercepat selesainya antrean guru untuk disertifikasi, juga mengurangi resistensi dan stres guru dalam memikirkan kelengkapan portofolionya. Lagi pula lebih efektif dan lebih terarah pada pengembangan guru sebagai tugas profesi yang bersertifikat.