(Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Makassar)
Meningkatnya animo perguruan tinggi di Indonesia, untuk menjadi universitas berkelas dunia (world class university) adalah hal yang patut diapresiasi dan disambut dengan cuka cita, baik oleh seluruh civitas akademika universitas, pemerhati pendidikan, maupun bagi pencinta perbaikan moral bangsa. Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran akan hadirnya pendidikan bermutu, dengan melahirkan generasi bangsa yang dapat memiliki daya saing tinggi dalam percaturan dunia, menjadi sebuah keniscayaan hari ini dan esok. Hanya saja, perlu penekanan berbagai keseimbangan aspek intelektual, emosi dan spiritual (semangat ketuhanan) dan bentuk-bentuk kecerdasan lain dalam menjalankannya, agar tidak berakhir dalam kesia-siaan karena meninggalkan generasi yang lemah.
Kebangkitan orang-orang muda untuk melihat Indonesia maju saat ini adalah sesuatu yang tidak dapat dihalangi. Terbukti, lebih dari 100 ilmuan (baik lepasan dari dalam negeri maupun luar negeri) berkumpul dalam pertemuan Internasional Summit 16-18 Desember 2010 lalu di Jakarta. Agendanya, tidak lain adalah perbincangan untuk mencari solusi berbagai kepincangan yang terjadi dalam berbagai bidang kehidupan termasuk masalah pendidikan di Indonesia dalam hubungannya dengan dunia Internasional.
Rekomendasi Bidang pendidikan
Secara prinsip, pendidikan di Indonesia harus dilihat sebagai upaya merancang dan melakukan transformasi masa depan untuk menjawab tantangan yang lebih besar dan kompleks, dengan memanfaatkan sumber daya yang ada saat ini. Titik berat yang tak dapat di sangkal untuk kemajuan pendidikan adalah adanya keseimbangan dalam otoritas penyelenggaraan antara negara, komunitas dan keluarga yang sangat dipengaruhi oleh dinamika perubahan akibat adanya tantangan. Di antara rekomendasi tersebut antara lain:
1. Pemerintah dan semua pihak terkait secara segera dan sungguh-sungguh mengerahkan segala daya dan upaya untuk meningkatkan kualitas dan kemampuan guru demi terciptanya sebuah profesi yang bermartabat dan otonom, baik secara strategis maupun teknis. Profesionalisme guru perlu dikembangkan berdasarkan kompetensi yang didukung oleh pendidikan, pengembangan diri, dan tanggung jawab profesi yang bersifat kolegial. Ilmuwan dapat berkontribusi dalam merancang model pendidikan profesional ini.
2. Dalam konteks ini, cluster pendidikan menggarisbawahi makna pendidikan sebagai upaya untuk menginsiprasi, memotivasi, dan membangkitkan kegairahan belajar selain meningkatkan kecerdasan intelektual. Guru memerlukan kemampuan mendidik yang menekankan pendekatan dari hati ke hati. Pendidikan pada umumnya, dan guru pada khususnya, perlu berpedoman pada prinsip bahwa semua anak Indonesia mempunyai kemampuan dan potensi yang setara untuk mengembangkan diri sesuai dengan aspirasinya sehingga pendidik dituntut untuk kreatif dan memberdayakan seluruh kemampuan dan potensi tersebut.
3. Pendidikan etika dan budi pekerti diperlukan sebagai bagian dari pembangunan karakter bangsa, baik melalui sekolah, keluarga maupun masyarakat. Etika dan budi pekerti ini sendiri merupakan kesepakatan masyarakat yang terdapat dalam UUD 45 dan Pancasila. Pendidikan juga harus ditujukan untuk menghasilkan manusia Indonesia yang berani melakukan transformasi sosial selain memiliki kecerdasan akademik, berakhlak dan terampil.
4. Pemerataan pendidikan dalam hal akses dan kualitas didukung oleh infrastruktur yang dirancang untuk pendidikan berkelanjutan dengan kebijakan jangka panjang untuk memastikan bahwa semua anak Indonesia berhak memperoleh pendidikan. Termasuk dalam hal ini adalah penyediaan pendidikan dan pelatihan vokasi sebagai alternatif bagi pendidikan akademik, sekaligus anjuran bagi anak didik dan anggota masyarakat yang bermaksud mengembangkan keahlian profesionalnya. Teknologi dapat dimanfaatkan untuk sarana belajar jarak jauh maupun sebagai prasarana peningkatan kualitas kurikulum yang menggabungkan kearifan lokal dan pendekatan dari bawah. Teknologi dapat pula digunakan untuk peningkatan dan pemerataan dalam akses ke sumber daya belajar dan sumber pengetahuan.
5. Tak kalah pentingnya, cluster pendidikan menggarisbawahi kenyataan bahwa pendidikan menuntut kemitraan dan tanggung jawab semua pemangku kepentingan, termasuk orangtua, komunitas dan masyarakat luas. Pendidikan dapat dijadikan sebuah gerakan sosial yang tanggungjawabnya tak hanya terletak di pundak Pemerintah, tetapi juga keluarga, komunitas, dan semua elemen masyarakat lainnya.
Di antara rekomendasi lain yang juga menarik ialah perlunya segera membuat link untuk membentuk International Journal Social Science yang didukung oleh Pendidikan Tinggi. Hal ini dianggap mendesak sebab disadari bahwa banyak hasil penelitian yang berkualitas dimiliki oleh orang-orang Indonesia baik dalam bidang penelitian akademis, penelitian profesional maupun penelitian institusional. Tetapi hanya menjadi konsumsi dalam negeri karena kurangnya publikasi dengan link jurnal internasional. Selain itu, jumlahnya terbatas bahkan jangankan jurnal terakreditasi, yang tidak terakreditasipun sangat sulit dihidupkan, sehingga saatnya untuk prihatin memikirkan perlunya sebuah gerakan untuk merealisasikan perpustakaan yang berskala Internasional (Itu salah satu tuntutan klas belajar internasional) .
Oleh karena itu diperlukan pengembangan perpustakaan yang dapat mengakses jurnal internasional secara on line bagi pelajarnya. Betapa vital perpusatakaan berdiri, didukung oleh literature yang memadai, jurnal-jurnal yang diperlukan hingga ke penemuan-penemuan baru dalam ilmu pengetahuan mutakhir serta dapat diakses secara mudah oleh para sivitas akademika – dosen, mahasiswa bahkan staf administrasi maupun para guru (seperti yang dikeluarkan oleh ebscohost, scopus, science direct, proquest, dan lain-lain), sebab itu menjadi ruh eksistensi sebuah perguruan tinggi ataupun lembaga pendidikan.
Tampaknya berat dan mahal tetapi Indonesia khususnya Sulawesi Selatan dengan program pemerintah yang terlanjur mengkampanyekan peningkatan bidang pendidikan, sangat sesuai untuk memfasilitasi kerjasama adanya sebuah perpustakaan yang dapat berbicara di dunia Internasional. Hal ini tidak diukur dari sisi bangunan yang cantik dan megah tetapi perlu dukungan pengelolaan yang profesional.
Belajar dari negara maju
Hingga saat ini, di luar dari pengetahuan penulis, belum ada sarana perpustakaan di Indonesia yang “memanjakan” pelajarnya dengan fasilitas akses jurnal internasional secara mudah dalam mendukung tugas-tugas pembelajaran. Konon ada 9 jurnal dengan link internasional, tetapi sifatnya terbatas pada kalangan tertentu dengan akses yang berlapis-lapis, sebab biaya untuk berlangganan sungguh sangat besar. Seperti sarana perpustakaan yang disediakan oleh beberapa universitas pilihan di luar negeri, membekali setiap pelajar memiliki kode rahasia ketika menjadi mahasiswa, karena menggunakan sarana perpustakaan tersebut (bahkan seluruh kegiatan yang berkaitan dengan perkuliahan) , seperti: peminjaman buku dan pengembaliannya secara self service, apatah lagi dengan akses-akses jurnal yang telah dilanggan dalam jumlah jutaan dengan puluhan bahkan ratusan database.. Sehingga setiap mahasiswa bebas menjelajahi ebscohost, science direct, scopus, proQuest, dan lain-lain untuk membantu kelancaran penulisan tugas, utamanya tugas akhir kuliah (skripsi, tesis dan disertasi, serta tugas-tugas lain dalam kelas). Juga digunakan untuk proses pembayaran, pengurusan mata kuliah dan hasil belajar serta evaluasi proses belajar.
Upaya perbaikan dunia pendidikan mereka, patut disanjung karena mereka melakukan semua itu dengan tidak main-main. Mereka berani merogoh kocek universitasnya sekitar milyaran pertahun hanya untuk ‘memanjakan’ mahasiswa agar terus menambahi ilmunya. Seperti negara tetangga – Singapura, Malaysia (dan tidak perlu menyebut negara maju lainnya). Kemajuan dalam bidang pendidikan (selangkah atau dua langkah lebih maju dari Indonesia) yang mereka raih, tidaklah diperoleh secara instan, tetapi memerlukan waktu panjang dan komitmen yang tinggi dari pemerintah pusat sampai ke daerah dengan berani “royal” di APBN-nya. Selain itu, didukung oleh seluruh lapisan masyarakat sekitar 25 tahunan untuk mempersiapkan sumber daya manusianya. Tentu saja dilakukan secara serius dengan membenahi sistem informasi dan teknologinya, ditambah lagi dengan sumber daya manusia yang akan mengoperasikan adalah mereka yang sudah memiliki keterampilan tersendiri. Sehingga terjadi persaingan universitas dalam mencari sertifikat dunia agar menjadi universitas berkelas dunia. Lagi-lagi semuanya tidak instant.
Namun (kita) Indonesia tidak perlu berkecil hati, sebab perhatian pemerintah di tengah penuntasan berbagai kasus bangsa yang melilit, toh juga masih ada sekelompok ilmuan lain yang tetap memiliki visi pengembangan pendidikan yang berkualitas tersebut.
Yach, (tulisan ini sekadar wacana??) untuk memiliki sebuah perpustakaan harapan sebab jangankan di Sulawesi Selatan, di universitas-universita terkemuka saja di Indonesia belum mampu menghadirkan perpustakaan seperti milik negara tetangga kita, padahal hampir setiap bulan ada saja kunjungan universitas dari Indonesia untuk melihat kelengkapan fasilitas perpustakaan negara jiran.
Selain itu juga, kekhawatiran akan munculnya kerusakan karena ulah mahasiswa, tidak akan terjadi karena adanya layanan diri dalam meminjam dan mengembalikan buku dengan sitem peringatan dan denda yang harus diberlakukan secara transparan. Bahkan di perpustakaan yang maju, ketika ingin meminjam buku, tetapi tidak ada ditempat dan ternyata ditemukan di universita lain, maka perlu mengisi borang untuk menunggu sekitar 1-2 minggu dipinjamkan dari perpustakan yang dimaksud. Hal ini sekaligus menandakan bahwa ada jaringan yang terbangun antara perpustakaan satu dengan lainnya yang berada di dalam satu kawasan. Bahkan jika itu merupakan buku baru dan belum ada diperpustakaan tersebut, maka pelajar boleh mengajukan klaim supaya dibelikan buku tersebut.
Saatnya Bangkit
Berkaca dari kejayaan masa lalu. Terdapat perpustakaan di zaman Dinasti Abbasyiah masa kekhalifahan Harunarrasyid yang mampu menyedot perhatian dunia lantaran kelengkapan literaturnya. Bahkan konon dari perpustakaan itulah lahir ilmuan-ilmuan besar dalam bidang sains dan teknologi. Hal ini mengingatkan kita dengan pemikiran almarhum Cak Nur (Nurcholis Madjid) tentag strategi pengembangan pendidikan yang dihembuskan, salah satunya, adalah wujudnya sebuah perpustakaan yang dapat diakses oleh siapa saja lantaran kelengkapan literatur yang diperlukan.
Adanya perpustakaan yang lengkap dan selalu dipebaharui tentu akan mendorong pelajar semakin giat memanfaatkannya, bahkan menjadikannya “rumah kedua” setelah rumah tinggalnya/kos dalam menuntut ilmu. Selain itu, kegelisahan tentang perilaku hedonis, meterialis yang melingkari kehidupan pelajar saat ini mungkin akan dapat ditepis sedikit demi sedikit.
Saatnya Indonesia bangkit dari keterpurukan yang melilit dan hanya dininabobokkan dengan kasus korupsi dan berbagai bentuk kasus “kejahatan” lain. Bahkan sanggup memporak-porandakan pemikiran kritis dan ilmiah, menelanjangi institusi hukum padahal masih sangat banyak agenda bangsa lain yang menanti untuk diselesaikan. Sungguh-sungguh di luar batas kewajaran. Seakan sulit untuk dipangkas kecuali bagi orang-orang yang memang memiliki jiwa kuat untuk mendapatkan sesuatu yang halal, agar segera mengedepankan visi pembangunan yang lebih bermartabat, seperti pendidikan yang lebih kreatif dan inovatif. Bagi pemerhati pendidikan dan pencinta perbaikan moral bangsa, mari jangan berhenti untuk tidak menggeser pemikiran, lebih berkontribusi pada upaya memperbaiki mutu pendidikan kita, agar tidak larut dalam kubangan persoalan bangsa. Walaupun begitu, kita tetap harus berbangga dengan Indonesia karena telah melewati masa-masa kritis yang melenggangkan kekuasasan otoriter ke kekuasaan yang demokratis.
Selamat memperingati hari pendidikan Nasional, semoga memiliki makna yang tidak sekadar peringatan upacara bendera. Amin